“Pernah
nggak sih merasakan kalau ilmu dalam bidang yang kita geluti sekarang masih
sangat kurang dan merasa belum siap untuk terjun kedunia pekerjaan yang sebenarnya?”
Itu
pertanyaan yang dilontarkan seseorang beberapa saat lalu, entah memang
kebetulan atau apa, tiba-tiba dia menanyakan hal yang menjadi topik utama dalam
pemikiranku.
Jawabannya,
“Pernah dan saat ini aku memang sedang memikirkan itu!”
Akhir-akhir
ini aku sering malu sendiri mengaku sebagai anak farmasi. Kenapa? Karna
aku merasa aku nggak tau apa-apa. Eh bukan nggak tau apa-apa ding, masih banyak
nggak tau-nya terutama dalam bidang obat-obatan.
Nah
loh, kok bisa? Khan anak farmasi.
Nah
itu dia, kok makin kesini aku makin ngerasa banyak banget yang aku nggak tau.
Diawal semester aku memaklumi ini, karna pikirku toh namanya juga baru belajar,
masih tahap awal wajarlah kalau ndak tau.
Liat
kakak tingkat 2 yang kadang suka aku tanya ini itu mereka bisa jawab, yah aku
memaklumi itu. Pikirku ya wajar karna mereka sudah tingkat 2, sudah belajar banyak
jadiii ya wajar kalau mereka lebih tau.
Tapi
sekarang saat aku akan menginjak tingkat 3. Aku jadi memiliki ketakutan
sendiri. Bukan takut menghadapi terjalnnya perjalanan ditingkat 3. Tapi lebih
ke… setelah lulus nanti. Rasa-rasanya aku belum siap!
Rasanya
bekalku sangat-sangat minim.
Rasanya
apa yang sudah pernah dikasih menguap gitu aja.
Rasanya
aku masih banyak nggak tau-nya.
Dan
itu terbukti..!
Salah
satunya waktu ujian praktikum farmakologi beberapa waktu lalu. Ketahuan banget
kalau aku masih banyak nggak tau-nya. Entah kenapa padahal nilai ‘teori’
farmakologiku selama ini baik-baik aja. Dan hasil teori itu selalu aku usahakan
murni, bukan hasil yang diperoleh dari menikmati lukisan ataupun senam dadakan
saat ujian. Sombong, hmmm, bukan teman aku
cuma mencoba mengevaluasi kenapa itu bisa terjadi.
Hmmmmm.
Eh
bukan, bukan karna aku kecewa dengan hasil praktek yang aku peroleh. Justru aku
bersyukur bisa dapat segitu, mengingat kejiadian waktu ujian aku kek bawa
rantang tapi gada isinya. Dari kejadian itu akhir-akhir ini aku mikir gimana
nanti kalau sudah kerja. Secara ujian farmakologi lisan khan yah, otomatis
nggak jauh bedalah kalau nanti misalnya ditanya dilapangan. Yah walaupun di
apotek nggak dikasih pertanyaan segitunya sih. Tapi ada beberapa pertanyaan
yang kemungkinan pertanyaan seperti itu akan dihadapi. Misalnya ni, ada yang
tanya
“Ibu
saya kena diabetes ni, bagusnya pake obat apa ya?”
Atau
pertanyaan iseng begini.
“Kenapa
sih, insulin kok dikasih injeksi sc? Kenapa harus sc?”
Secara
anak farmasi khan ya, yang bikin suatu sediaan khan yah, walau ini pertanyaan
iseng banget tapi harusnya khan tau ya kenapa tujuan suatu obat dibuat sediaan
seperti ini dan cara penggunaannya begini. Tapi nyatanya. Huaaaaaaaaaa, nangis bombay.
Atau
pertanyaan lain.
“Saya
demam ni, sudah pake pake parasetamol, tapi nggak turun-turun juga demamnya,
boleh dikombinasikan nggak?”
“Anti
nyeri yang lebih bagus dari parasetamol apa sih?”
“Obat
diuretic apa aja sih?”
“Apa
sih bedanya analagetik, antipiretik dan antiinfamasi?”
“Gimana
sih kerjanya obat diuretik kok bisa menurunkan tekanan darah?”
“Apa
sih bedanya furosemid dan torsemid?”
Bisa
jawab? Jujur ku katakan, aku butuh waktu untuk berfikir dan mengingat. Atau lebih
dari itu, aku butuh buku! Hikz, ini yang
aku takutkan. Aku takut sesuatu yang sudah aku ketahui tapiiii memori itu
hilang gitu aja. Huhuhuhu.
Masa
nanti misal ada yang tanya “Glibenklamid itu obat apa sih?”
“Apa
sih bedanya glibenklamid sama metformin?”
Trus
aku jawab “Bentar, aku ingat-ingat dulu?” (lama berpikir)
“Eh
bentar ya saya buka dibuku dulu.”
Atau
paling parah “Wah, ndak tau.”
Huaaaa,
khan nggak lucu kalau aku jawab begitu. Secara itu sudah pernah didapat. Hikz
hikz hikz. Yah, walaupun ‘menurutku’ sah-sah aja kalau buka buku daripada kasih
informasi salah. Tapi dan tapi masa iya begitu. Hhuaaa aku dalam masalah besar,
kawan-kawan. Hikz.
Kenapa
aku baru sadar sekarang yaaaaa. Haduh. T.T
Bodohnya
aku! Ah bukan, nggak ada manusia yang bodoh. Seperti kata salah satu dosenku.
“Jangan salahkan dirimu terlalu dalam tapi perhatikan perencanaanmu.”
Pada
nangkep maksudnya?
Kalau
yang aku tangkap sih, maksud dari kata-kata itu, ketika kegagalan menghampiri
maka jangan salahkan diri sendiri terus menerus, tapi koreksi langkah-langkah
yang telah diambil, karna bisa saja ada
yang salah dengan langkah yang telah kita jalani selama ini. Contohnya
ketika harus remidi, maka koreksi cara belajar, mungkin aja cara belajar itu
yang salah, kek belajar sistem kebut semalam.
Yaaa,
mungkin cara belajarku yang salah. Bukan mungkin tapi sepertiya memang begitu.
Eh bukan seperti lagi tapi kenyataanya begitu. Huu, T.T kenyataan memang pahit.
Yasudahlah
ingat ini aja,
Kata
Bu Risa “Kalau belajar itu diulang-ulang seminggu beberapa kali. Baca aja nanti
lama-lama ingat.”
Pesan
Pak Faisal “Belajar itu 10 x 10 x 10.” Maksudnya, 10 kali baca, 10 kali
memahami, 10 kali diamalkan. Kalau nggak salah mah begitu maksudnya, maklum yah
memorinya tentang itu suda kececer jadi rada lupa maksudnya. Tapi keknya sih
itu maksudnya.
Nah,
pesannya Pak Tris juga “Kalau belajar jangan cuma untuk ujian, tapi karna
kalian perlu tau itu.”
Dan
nggak ketinggalan pesan yang sering banget aku dengar setelah responsi sama Pak
Toyyib “Anda harus banyak membaca lagi.” atau dengan nada lain “Anda ini harus
banyak membaca.”
Hmmmmm,,yah
memang cara belajarku yang salah. Dan aku akui itu. Harus banyak belajar lagi, banyak-banyak
mengulang dan memahami plus memperbaiki cara belajar itu. Sebelum semuanya
terlambat.
Tapi
tolong kasih tau aku, gimana caranya
supaya yang sudah kita ketahui nggak menguap gitu aja. T.T
Aku
nggak mau 2 tahun yang sudah terlewatkan, terbuang sia-sia. Dengan alasan ‘saya
lupa’. Haduh rugi banget aku yaaah. Hikz.
Kota
tepian, 5 Juli 2012
0 komentar:
Posting Komentar