BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring
dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) semakin maju.
Pengetahuan manusia akan beberapa hal pun bertambah. Hal ini yang mendasari
para peneliti melakukan penelitia terhadap beberapa jenis mahluk hidup yang
berukuran kecil atau biasa disebut dengan mikroorganisme dengan ketersediaan
peralatan teknologi yang memadai.
Salah satu jenis
kehidupan mikroorganisme yang diamati ialah jamur (fungi). Jamur adalah
organism yang tidak berklorofil, sehingga bersifat heterotrof, fungi/ jamur ada
yang bersel satu dan ada juga yang multiseluler. Yang bersel banyak tubuhnya
berbentuk benang disebut hifa dan bercabang-cabang membentuk miselium
(Sumarjito, 2008).
Fungi memiliki banyak
jenis, menurut kompleksitas tubuhnya dibagi menjadi khamir, kapang dan
cendawan. Sedangkan menurut bentuk tubuh dan cara reproduksi fungi dibagi
menjadi 4 divisi yaitu; Zygomycotina, Ascomycotina, Basidiomycotina dan
Deuteromycotina. Berdasarkan hal inilah yang melatarbelakangi dilkukannya
percobaan ini agar mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis fungi dan dapat
membedakan struktur morfologi fungi uniseluler dan fungi berfilamen (Sumarjito,
2008).
1.2 Tujuan
1. Untuk
mengetahui jenis-jenis fungi secara mikroskopis
2. Untuk
mengetahui teknik atau metode yang digunakn untuk mengamati struktur dan
morfologi fungi
3. Untuk
mengetahui struktur dari fungi yang diamati dengan mikroskop
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jamur merupakan
organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga tidak mempunyai kemampuan
untuk memproduksi makanan sendiri atau dengan kata lain jamur tidak bisa
memanfaatkan karbondioksida sebagai sumber karbonnya. Oleh karena jamur memerlukan
senyawa organic baik dari bahan organic mati maupun dari organisme hidup
sehingga jamur dikatakan juga organisme heterotrofik. Jamur ini ada yang hidup
dan memperoleh makanan dari bahan organik mati seperti sisa-sisa hewan dan
tumbuhan, dan ada pula yang hidup dan memperoleh makanan dari organisme hidup.
Jamur yang hidup dan memperoleh makanan dari bahan organic mati dinamakan
saprofit, sedangkan yang hidup dan memperoleh makanan dari organism hidup
dinamakan parasit (Darnetty, 2006).
Penampilan jamur atau
cendawan tidak asing bagi kita semua. Kita dapat melihat pertumbuhan berwarna
biru dan hijau pada buah jeruk dan keju. Pertumbuhan berwarna putih seperti
bulu pada roti dan selai basi, jamur dilapangan dan hutan. Kesemuaan ini
merupakan tubuh berbagai cendawan. Jadi cendawan mempunyai berbagai macam
penampilan, tergantung pada spesiesnya. Telaah mengenai cendawan disebut
mikologi. Cendawan terdiri dari kapang (mold) dan khamir (yeast) (Perlczar,
2005).
Kapang merupakan fungi
yang berfilamen dan multiseluler. Kapang membentuk filament panjang yang
disebut hifa dan meupakan cirri utama fungi. Koloni fungi yang merupakan massa
hifa disebut miselium. Hifa mempunyai 2 struktur yaitu bersepta dan tidak
bersepta. Septa ini menyekat sel sehingga filament yang panjang ini terlihat
seperti rantai sel. Hifa yang tidak bersepta disebut hifa konosilitik. Hifa
dapat membentuk struktur reproduksi yang disebut spora (Lay, 1994).
Khamir merupakan fungi
yang tidak berrfilamen dan berproduksi memalui pertunasan atau pembelahan sel.
Bentuk koloni khamir sering kali mirip dengan bakteri. Khamir digunakan dalam
pertumbuhan roti dan anggur, namun ada pula khamir yang dapat menimbulkan
penyakit (Lay, 1994)
Morfologi Jamur
Pada umumnya, sel
khamir lebih besar dari pada kebanyakan bakteri tetapi khamir yang paling kecil
tidak sebesar bakteri yang terbesar, khamir sangat beragam ukurannya, berkisar
antara 1 sampai 5 µm lebarnya dan panjangnya dari 5 samapi 30 µm atau lebih.
Biasanya berbentuk telur, tetapi beberapa ada yang memanjang atau berbentuk
bola. Setiap spesies mempunyai bentuk yang khas tergantung pada umur dan lingkungan.
Khamir tidak dilengkapi flagellum atau organ-organ penggerak lainnya (Pelczar,
2005).
Tubuh suatu kapang
pada dasarnya terdiri dari dua bagian: miselium dan spora (sel resisten,
istirahat atau dorman). Miselium merupakan kumpulan beberapa filament yang
dinamakan hifa. Setiap hifa lebernya 5 sampai 10 µm, dibandingkan dengan sel
bekteri yang biasanya berdiameter 1 µm (Pelczar, 2005).
Struktur Somatik
Tubuh jmur dikenal
dengan nama talus, soma atau struktrur somatic yang pada dasarnya terdiri dari
struktur berupa benang-benang bercabang yang disebut hifa. Hifa tersebut
menyebar pada perukaan ataupun dalam substrat dan kumpulan dari hifa tersebut
dinamakan miselium hifa jamur ada yang mempunyai sekat yang dikenal dengan
istilah septum yang membangi hifa tersebut menjadi sel-sel uninukleat (berinti
satu) ataupun multinukleat (berinti banyak). Hifa yang mempunyai septum
tersebut dinamakan speta yang tidak mempunyai septum disebut asepta atau
senosit. Talus atau hifa jamur dapat dibedakan atas dua bagian yaitu:
1. Hifa
vegetatif: tumbuh mengarah kedalam substrat dan berfungsi untuk mengabsorbsi
nutrisi.
2. Hifa
generative: tumbuh mengarah keluar dan berfungsi untuk perkembangbiakan
(Darnetty, 2006).
Ada
tiga macam morfologi hifa yaitu:
1. Asepta
atau senosit. Hifa ini tidak mempunyai dinding sekat atau septum
2. Septa
dengan sel-sel uninukleat. Sekat membagi hifa menjadi ruang-ruang atau sel-sel
berisi nukleus tunggal. Pada setiap septum terdapat pori ditengah-tengah yang
memungkinkan perpindahan nukleus dan sitoplasma dari satu ruang keruang yang
lain. Sungguhpun setiap ruang suatu hifa yang bersekat tidak terbatasi oleh
suatu membrane sebagaimana halnya pada sel yang khas, setiap ruang itu biasanya
dinamakan sel.
3. Septa
dengan sel-sel multinukleat. Septum membagi hifa menjadi sel-sel dengan lebih
dari satu nukleus dalam setiap ruang (Pelczar, 2005).
Kebanyakan
struktur jamur berukuran besar terbentuk dari ayaman/ agregar hifa. Pada
tahap-tahap tertentu dari siklus hidup kebanyakan jamur, miselium akan
terorganisir membentuk anyaman-anyaman yang longgar ataupun padat yang dapat
dibedakan dari hifa biasa sebagai berikut:
1. Prosenkim:
ayaman hifa yang agak kendor, tersusun secara pararel, tiap-tiap hifa masih
jelas dan mudah dilepaskan dan merupakan suatu bentuk memanjang.
2. Peudoparenkim:
ayaman hifa yang lebih padat, tiap-tiap hifa sudah hilang sifat individunya dan
tidak dapat dipisahkan dan bentuknya agak oval.
3. Rizomorf:
anyaman hifa yang sangat padat, merupakan suatu unit yang terorganisir dan
titik tumbuhnya mirip dengan titik tumbuh ujung akar.
4. Sklerotium:
anyaman hifa yang keras, padat dan merupakan bentk istirahat yang tahan
terhadap kondisi yang tidak menguntungkan.
5. Stroma:
suatu struktur padat yang merupakan massa dari hifa yang berbentuk seperti bantalan
(Darnetty, 2006).
Reproduksi Jamur
Secara alamiah
cendawan berkebang biak dengan berbagai cara, baik secara aseksual dengan
pembelahan, pencukupan atau pembentukan spora dapat pula secara seksual dengan
peleburan nucleus dari satu sel induk. Pada pembelahan, suatu sel membagi diri
untuk membentuk dua sel anak yang srupa. Pada penguncupan, suatu sel anak
tumbuh dari penojolan kecil pada sel inangnya
(Pelczar, 2005).
Spora aseksual
dibentuk oleh hifa dari satu individu fungi. Bila spora aseksual berimigrasi,
spora tersebut akan menjadi fungi yang secara genetic identik dengan induknya.
Macam-macam spora aseksual:
1. Konidispora
(konidium), berupa spora satu sel ataupun multisel, non motil, tidak terdapat
dalam kantung dan dibentuk diujung hifa (konodiofer) konodium kecil bersel satu
disebut mikrokonidium dan konidium besar bersel banyak disebut mikrokonodium,
contohnya Aspergillus sp.
2. Sporangiospora,
merupakan spora bersel satu, terbentuk didalam kandung yang disebut sporangium
pada ujung hifa udara (sporangiosfor). Aplanospora merupakan sporangispora
nonmotil dan zoospore merupakan jenis motil dengan adanya flagella, contohnya
Rhizopus sp.
3. Arthrospora
(oidium), yaitu spora bersel satu yang terbentuk melalui terputusnya sel-sel
hifa.
4. Klamidospora
merupakan spora bersel satu yang berdinding tebal dan senagt resisten terhadap
kondisi lingkungan yang buruk terbentuk dari sel hifa somatic.
5. Blastospora,
yaitu spora aseksual yang muncul dari pertunasan pada sel khamir.
Spora
seksual dihasilkan dari reproduksi seksual, yaitu peleburan dua nukleus. Spora
ini lebih jarang terbentuk, lebih belakangan, hanya terbentuk dalam kondisi
tertentu dan dalam jumlah yang lebih sedikit dibandinkan spora aseksual. Proses
pembentukan spora seksual terdiri dari tiga tahap yaitu plasmogami, saat inti
sel haploid dari sel donor (+) mempenetrasi sitoplasma sel resipien, karyagami,
saat inti (+) dan inti (-) berfusi mejadi banyak inti haploid (spora seksual)
yang beberapa diantaranya dapat merupakan rekomendasi genetic. Macam-macam spora
seksual:
1. Askospora
merupakan spora bersel satu yang terbentuk didalam kandung (askus). Biasanya
terdapat delapan akospora dalam setiap askus.
2. Basidospora
merupakan spora bersel satu dan terbentuk diatas 3 struktur ganda (basidium).
3. Zigospora
merupakan spora besar berdinding tebal, terbentuk bila ujung dua hifa yang
serasi secara seksual (gametangia) melebur.
4. Oospora
terbentuk dalam struktur khusus pada betina yang disebut oogonium. Pembuahan
telur (oosfer) oleh gamet jantan yang terbentuk dalam antheridium menghasilkan
oospora. Dalam setiap oogonium terdapat satu atau beberapa oosfer (Pratiwi,
2004).
Fisiologi Jamur
Pada
umumnya jamur benang lebih tahan terhadap kekeringan disbanding khamir atau
bakteri. Namun demikian, batasan kandungan air total pada makanan yang baik
untuk pertumbuhan jamur dapat diestimasikan dan dikatakan bahwa kandungan air
dibawah 14-15% pada biji-bijian atau makanan kering dapat mencegah atau
memperlambat pertumbuhan jamur (Hidayat, 2006).
Kebanyakan jamur
termasuk dalam kelompok mesofilik, yaitu dapat tumbuh pada suhu normal. Suhu
optimum untuk kebanyakan jamur sekitar 25-30oC, namun beberapa
tumbuh pada suhu 35-37oC atau lebih, misalnya pada spesies
Aspergillus. Sejumlah jamur termasuk dalam psikrotrofik, yaitu yang dapat tumbuh
baik pada suhu dingin dan beberapa masih dapat tumbuh pada suhu dibawah
pembekuan (-5oC – 10oC). hanya beberapa yang mampu tumbuh
pada suhu tinggi (termofilik) (Hidayat, 2006).
Jamur benag biasanya
bersifat aerob yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Kebanyakan jamur
dapat tumbuh pada interval pH yang luas (pH 2,0-8,5), walaupun pada umumnya
jamur lebih suka pada suhu tinggi
(termofilik) (Hidayat, 2006).
Jamur pada umumnya
mampu menggunakan bermacam-macam makanan dari yang sederhana sampai yang kompleks.
Kebanyakan jamur memiliki bermacam-macam enzim hidrolitik, yaitu amylase,
pektinase, proteinase dan lipase (Hidayat, 2006).
Beberapa jamur
memproduksi komponen penghambat bagi mikroba lain, contohnya Penicillium
chrysogenum dengan produksi penisilinya. Aspergillus clavatus, klavasin.
Beberapa komponen kimia bersifat miostatik menghambat pertumbuhan jamur
(misalnya asam sorbet, propionate, asetat) atau bersofat fungisida yang
mematikan (Hidayat, 2006).
Klasifikasi Jamur
Fungi dikalsifikasikan
menjadi empat kelas utama yaitu Phycomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes dan
Deuteromycetes. Bersadarkan cirri-ciri spora seksual dan aseksual, habitat,
struktur garis besar morfologi dan sifat nutrisinya, kelas Phycomycetes dibagi
lagi menjadi enam kelas, yaitu Cytridiomycetes, Hypocytridiomycetes, Oomycetes,
Plasmodiophormycetes, Trishomycetes dan Zygomycetes. Keenam kelas ini umumnya
tidak mempunyai septa (dinding penyekat) yang teratur pada benang hifanya
(coenocytic hyphae), sehingga mengakibatkan terdapat banyak mukleus (inti)
disetiap sel benang hifa.
1. Ascomycetes
Jamur
ini mempunyai miselium yang bersekat-sekat. Pembiakan secara vegetative
dilakukan dengan konidia, sedang pembiakan secara generative dilakukan dengan
spora-spora yang dibentuk didalam askus, beberapa askus terdapat didalam suatu
tubuh buah. Pada umumnya askus itu suatu ujung hifa yang mengandung 4 atau 8
buah spora. Contoh-contoh Ascomycetes yang terkelan ialah:
a.
Aspergillus, jamur ini kedapatan
dimana-mana sebagai saprofit. Koloni yang sudah menghasilkan spora warnanya
menjadi coklat kekuning-kuningan, kehijau-hijuan atau kehitam-hitaman. Miselium
yang semula berwarna putih sudah tidak tampak lagi.
b.
Penicillium, jamur ini serupa dengan
Aspergillus, hanya dengan pengamatan mikroskop akan kelihatan perbedaanya dan
perbedaan itu terletak dalam susunan konodianya (Dwidjoseputro, 1998).
2. Basidiomycetes
Jamur
ini merupakan miselium berseptum, telah berkembang dengan sempurna dan dapat
melakukan penetrasi pada substrat serta menyerap bahan makanan. Miselium ini
dapat telihat pada bagian-bagian yang lembab dari kayu-kayu terutama pada
bagian bawah kulit dan juga daun-daun. Biasanya miselium berwarna putih, kuning
cerah atau orange dan pertumbuhanya sering menyebar sepeti kipas. Sebagian dari
filum Basidiomycota ada yang membentuk rhizomof. Miselium dari kebanyakan
Basidiomycota melewati 3 tingkat perkembangan yaitu miselium primer, miselium
sekunder dan miselium tersier. Pada awalnya miselium ini berinti banyak,
kemudian dengan terbentuknya septa maka miselium ini berinti satu haploid.
Miselium sekunder terjadi dari hasil plasmogami antara dua hifa yang kompatibel
atau plasmogami antara oidio (spermatia) dengan hifa penerima (reseptif) yang
kompatibel. Miselium tersier terdiri atas miselium sekunder yang telah
terhimpun merupakan jaringan teratur misalnya yang membentuk basidiokarp. Pada
bagian tengah septum terdapat logam. Ada dua tipa dasar dari basidium yaitu:
Halobasidium merupakan basidium yang terdiri dari satu sel atau basidium yang
tidak punya septa dan Phragmobasidium merupakan basidium yang terdiri dari 4
sel yang dibatasi oleh septa melintang ataupun membujur (Darnetty, 2006).
3. Deuteromycetes
Deuteromycetes
juga disebut jamur tidak sempurna, yaitu jamur yang belum diketahui cara
pembiakan seksualnya, oelh karena itu belum dapat dimasukkan kesalah satu kelas
yang telah ditentukan (Dwidjoseputro, 1998). Akan tetapi karena konidiumnya
jelas dan tidak asing lagi, banyak spesies masih dianggap tergolong kedalam
kelas ini meskipun tingkat seksualnya saat ini telah ditehaui dengan baik.
Kapang gerus Penicillium dan Aspergillus dikalsifikasikan sebagai
Deuteromycetes meskipun tingkat pembentukan askosporanya telah ditemukan pada
beberapa spesies(Pratiwi, 2004).
4. Phycomycetes
Cirri
yang khas untuk mengenal sebagian besar Phycomycetes ialah miselium yang tidak
bersekat-sekat. Warna miselium putih, jika tua mungkin agak coklat
kekuning-kuningan, kebanyakan sporangium berwarna kehitam-hitaman. Beberapa
contoh Phycomycetes:
a.
Phytophthora, kebanyakan spesies berupa
parasit pada tumbuh-tumbuhan tomat, kentang tembakau, karet dan lain-lainnya
lagi.
b.
Saprolegina, saprofit yang banyak
kedapatan didalam air dan tanah yang basah. Ada juga yang menjadi parasit pada
ikan dan insekta.
c.
Mucor, saprofit yang banyak kedapatan
pada sisa-sisa makanan yang banyak mengandung karbohidrat. Mucor membiak dengan
dua jalan, yaitu dengan spora yang semacam saja dan spora-spora yang berlainan
jenis.
d.
Rhizopus, beberapa spesies hidup
sebagai saprofit dan beberapa spesies lain hidup sebagai parasit pada
tumbuh-tumbuhan. Rhizopus nigricans kedapatan dimana-mana. Semula miseliumnya
tampak seperti sekelompok kapas, lama kelamaan koloni menjadi berwarna
kehitam-hitaman karena banyak sporangium dan spora. Rhizopus banyak menyerupai
mucor, hanya miselium Rhizopus terbagi-bagi atas stolon yang menghasilkan
alat-alat serupa akar (rhizoida) dan sporangiofor (Dwodjoseputro, 1998).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum
Pengamatan Jamur Mikrskopik ini dilakukan pada hari Senin, 2 Mei 2011 pukul
15.00-17.00 WITA dan dilanjutkan pada hari Kamis, 5 Mei 2011 pukul 13.00-15.00
WITA di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Mulawarman Samarinda.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1
Alat
-
Laminar air flow cabinet
-
Lampu Bunsen
-
Jarum ose
-
Cawan petri steril
-
Objek glass
-
Cover glass
-
Pinset
-
Pisau silet
-
Beaker glass
-
Mikroskop
-
Incubator
3.2.2
Bahan
-
Fungi hijau pada roti
-
Fungi hitam pada roti
-
Fungi putih pada roti
-
Fngi pada buah salak
-
Media PDA
-
Alcohol
3.3 Cara Kerja
1.
Disiapkan semua alat dan bahan yang
diperlukan didalam Laminar Air Flow Cabinet.
2.
Disterilkan tangan menggunakan alcohol
70%.
3.
Dipijarkan jarum ose, di
angin-anginkan.
4.
Diambil cawan petri yang berisi
potongan-potongan PDA, disterilkan cawan petri menggunakan lampu Bunsen.
Diambil salah satu dari potongan PDA.
5.
Diambil cawan petri steril yang berisi
objek glass, disterilkan menggunakan lampu Bunsen, dimasukkan potongn PDA
diletakkan ditengah-tengah objek glass.
6.
Dipijarkan jarum ose, diangin-anginkan.
7.
Diambil jamur dari buah salak
menggunakan jarum ose dioleskan pada pinggir/ sisi-sisi agar dalam cawan petri.
8.
Diambi objek glass menggunakan pinset
steril, dicelupkan kedalam larutan alcohol, difiksasi diatas lampu Bunsen,
diletakkan diatas agar yang telah diolesi jamur.
9.
Dilakukan pada jamur disisi buah salak
lain dengan cara yang sama.
10. Diinkubasi
jamur selama 24-72 jam.
11.
Dilakukan pengamatan menggunakan
mikroskop dan gambar bentuk fungi yang terlihat.
BAB IV
HASIL DAN PENGAMATAN
4.1 Hasil Pengamatan
No.
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
|
Rhizopus
Sampel buah salak yang berjamur
Perbesaran
40 x 10
1. Sporangiospora
2. Sporangium
3. Sporangiofor
|
2.
|
|
Penicillium
Sampel buah salak yang berjamur
Perbesaran
40 x 10
1. Conidia
2. Strigma
3. Hifa
|
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali
ini dilakukan pengamatan jamur mikroskopis. Praktikum pengamatan jamur
mikroskopis mempunyai tujuan untuk mengetahui jenis-jenis fungi mikroskopis,
mengatahui perbedaan struktur orfologi fungi uniseluler dan fungi berfilamen.
Fungi dapat dibedakan menjadi yeast/ ragi/ khamir, kapang/mold dan cendawan.
Pada praktikum kali ini diambil sampel dari jamur pada roti yang berwarna hijau
namun karena medium PDA yang terlalu tebal sehingga sulit untuk diamati melalui
mikroskop. Pada saat pengamatan diputuskan untuk mengamati jamur pada buah
salak karena medium PDA pada sampel ini cukup tipis sehingga lebih mudah untuk
diamati.
Praktikum ini
menggunakan prinsip aseptis yaitu membuat produk steril dalam kantainer steril
dalam lingkungan terkontol. Suplai udara material, peralatan dan praktikan
telah terkontrol sedemikian rupa sehingga kontaminasi mikroba tetap berada pada
level yang dapat diterima (Lucar, 2006).
Fungi adalah nama
latin dari jamur. Jamur ialah organism eukariotik (mempunyai inti sejati) tidak
mempunyai klorofil, mempunyai spora untuk berkembangbiak, struktur somatic atau
talus berupa sel tunggal (uniseluler) dan umumnya berupa filament atau
benang-benang bercabang (multiseluler), berkembangbiak secara aseksual dan
seklsual, dan dinding sel umumnya terdiri dari kitin dan selulosa atau
keduanya. Karena jamur tidak mempunyai klorofil sehingga dia tidaaak mempunyai
kemampuan untuk memproduksi makanan sendiri atau dengan kata lain jamur tidak
bisa memanfaatkan senyawa organic baik dari bahan organic mati maupun dari
organism hidup sehingga jamur dikatakan juga organism heterofik (Darnetty,
2006).
Bila sumber nutrisi
tersebut diperoleh dari bahan organic mati maka fungi tersebut bersifat
saprofit. Fungi saprofit mendekompsisi sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang
kompleks dan menguraikannya menjadi zat yang lebih sederhana. Dalam hal ini
fungi bersifat menguntungkan sebagai elemen daur ulang yang vital. Beberapa
fungi bersifat menguntungkan karena merupakan bahan makanan, misalnya cendawan
dan beberapa fungi dapat bersimbiosis dengan akar tanaman tertentu yang
membantu penyerapan air dan mineral tanah oleh akar. Beberapa fungi bersifat
parasit dengan memperoleh senyawa organik dari organisme hidup (Pratiwi, 2004).
Yeast atau khamir
merupakan fungi bersel satu (uniseluluer) tidak berfilamen, berbentuk oval atau
bulat, tidak berflagela dan berukuran lebih besar dibandingkan sel bakteri
dengan lebar berkisar 1-5 mm dan panjang berkisar 5-30 mm (Pratiwi, 2004).
Yeast atau khamir tidak berfilamen dan berreproduksi melalui pertunasan atau
pembelahan sel. Bentuk koloni sering kali mirip dengan bakteri. Khamir
digunakan dalam pembuatan roti dan anggur, namun ada pula khamir yang dapat
menimbulkan penyakit (Lay, 1994).
Adapun hasil
pengamatan yang diperoleh dari pengamatan jamur mikroskopi pada buah salak
yaitu fungi yang merupakan genus Rhizopus termasuk divisi Zygomycetes, pada
genus ini terdapat sporangium, sporangiofor dan sporangiospora. Dan pada
preparat yang kedua dengan sampel yang sala yaitu jamur pada buah salak
diperoleh genus Penicillium yang termasuk divisi Ascomycetes yang terdapat
konodia, strigma dan hifa.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari
praktikum pengamatan jamur mikroskopis yang telah dilakukan dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Fungi
memiliki banyak njenis, menurut komplesitas tubuhnya dibagi menjadi khamir,
kapang dan cendawan. Sedangkan menurut benuk tubuh dan cara reproduksi fungi
dibagi menjadi 4 divisi yaitu Zygomycotina, Ascomycotina, Basidiomycotina dan
Deuteromycotina.
2. Teknik
atau metode yang sering digunakan untuk mengamati struktur fungi adalah dengan
pembuatan Block Square Media yang disebut pula slide culture, dimana jamur
diinokulasikan pada media untuk diikubasi kemudian diamati strukturnya
menggunakan mikroskop.
3. Struktur
dari fungi yang diamati yang pertama adalah fungi jenis Rhizopus sp dengan
struktur yang terdiri dari Rhizoid, Sporangium, Sporangiofor dan
Spoeangiospora. Dimana dalam suatu rhizoid terdapat lebih dari satu sporangium
yang berbenuk bulat. Pada hasil pengamatan kedua ditemukan jenis fungi
Penicillium sp dengan struktur yang terdiri dari konidiofor, strigma dan
konidia. Konidiofor pada ujungnya bercabang dan membentuk strigma. Pada ujung
strigma terdapat cabang-cabang lagi yang dipenuhi oleh konidia.
5.2 Saran
Saran
yang dapat diberikan untuk percobaan ini adalah sebaiknya praktikan membawa
lebih banyak sampel dan dengan jenis yang berbeda-beda sehingga dapat dilakukan
banyak pengamatan tidak hanya dari sampel yang ada pada roti yang sama dan buah
salak saja. Dan diharapkan pada praktikum selanjutnya dapat dilakukan praktikum
dengan efektif dimana dapat menafaatkan waktu sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Darnetty.
2006. Pengantar Mikologi. Andalas
Universiti Press: Padang.
Dwidjoseputro.
1998. Dasar-Dasar Mikrobilogi.
Djambatan: Jakarta.
Hidayat,
Nur dkk. 2006. Mikrobiologi Industri.
Andi: Yogyakarta.
Lay,
Bibiana W. 1994. Analisis Mikroba
Dilaboratorium. Raja Gratindo Persada: Jakarta.
Lucas,
Stefanus. 2006. Formulasi Steril.
Andi: Yogyakarta.
Perlczar,
Michael. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi.
UI-Press: Jakarta.
Pratiwi,
Sylvia T. 2004. Mikrobiologi Farmasi.
Erlangga: Jakarta.
Sumarjito.
2008. Panduan Belajar Biologi.
Primagama: Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar