Matahari
mulai merangkak malas, kabut pun masih enggan beranjak. Bita termangu dibalik
tirai jendela, memandang lagit yang masih kelabu. Berusaha melukis senyum dalam
getir perih yang masih ia rasa. Dalam sesak jiwa dan raga, mengepal satu harap.
Hari ini jangan terulang lagi!
Bita
bergegas menuju kampus. Ia mendapat jadwal kuliah lebih pagi dari biasannya.
Menyusuri jalanan kota Samarinda yang mulai akrab dengan kepadatan dan polusi.
Udara dingin pagi ini memaksannya untuk selalu setia dengan baju hangat saat
dalam perjalanan.
“Ramenya
bubuhannya di FB tadi malam.” Sapa Meldy.
“Iya,
lagi galau mel.”
“Pantasan
hari mendung terus, lagi banyak yang galau pang.”
“Masa
aku nggak bisa tidur sampai jam 2. Jadi nggapain yok.” Sahut Mentari.
“Nyuci
aku.” Sambung Mentari sambil memperagakan gerakan mencuci.
“Mending,
aku jam setengah 2 mandi.” Tambah Bita.
“Hah.”
Seru teman-teman Bita serentak.
“Maka
dingin bujur tadi malam tu.” Timpal Devi.
“Iya,
tapi pusing aku. Jadi mandi aja, habis tu baru aku tidur.”
“Iya,
memang biasanya habis mandi baru enak badan mau tidur.” Sahut Jingga.
Keakraban
menyambut Bita, berbagi kisah menjadi hal menarik perhatian teman-temannya
sebelum memulai perkuliahan. Sepenggal kisah kembali memberi warna pada kanvas
waktu yang terus berlalu.
***
Materi
asam nukleat sebenarnya cukup menarik perhatian Bita. Ia merasakan kebesaran
Allah dari materi perkuliahan tersebut. Satu hal saja, tetang DNA. Ia sadar
betapa Maha Besar Allah telah menciptakan manusia dan tiba-tiba saja ia teringat
hubungan manusia dan saripati tanah. Meski begitu, tetap sulit bagi Bita untuk
berkonsentrasi. Rasa kantuk terus mengelayuti dan udara dingin menambah alasan
pecahnya konsentrasi Bita. Walau berat pada akhirnya perkuliahan pun berlalu.
Seharusnya
hari ini Bita mendapatkan 2 mata kuliah. Tapi karna beberapa hal, ia hanya
mendapatkan satu mata kuliah. Bita dan teman-temannya tidak langsung pulang.
Banyak tugas kelompok yang harus diselesaikan. Sebenarnya Bita tidak terlibat
diskusi kelompok, beberapa tugasnnya direncanakan akan diselesaikan besok. Ia
sibuk terjun dalam maya, berselancar menjelajah alam maya.
“Minggu
ini kita santai betul, tapi pang minggu depan asli tebantai dah.” Ucap Rani.
Pekan
ini perkuliahan Bita memang terbilang sangat santai dibandingkan dengan
minggu-minggu yang telah berlalu. Bagaimana tidak sejak hari Selasa sampai hari
Kamis ini, hanya ada 1 mata kuliah dalam sehari. Meski begitu, tidak sesantai
yang dibayangkan. Tututan seperti tugas masih menyertai Bita dan
teman-temannya.
***
Telah
merasa puas menjelajah maya, Bita berpamitan dengan teman-temannya. Ia segera
bergegas meninggalkan kampus sepuluh menit sebelum azan dhuhur berkumandang.
Harusnya saat ini matahari terlihat garang, tapi kali ini justru sangat pemalu
dengan bersembunyi dibalik awan-awan kelabu. Ah, sudahlah. Justru cuaca seperti
ini mendukungnya untuk menyusuri kota Samarinda.
Sesampainya
ditempat tujuan, Bita memeriksa handphonenya yang berkali-kali berdering dalam
perjalanan. Bita membaca satu persatu nasehat singkat yang ia terima. Sudah
menjadi rutinitas, setiap hari Bita akan mendapatkan nasehat-nasehat singkat
dari beberapa sumber. Bita bersyukur, masih ada orang yang rela meluangkan
waktu untuk membantu ia menjaga keimanan.
Barang siapa yang menempu jalan dalam
menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan jalan menuju surga. (HR. Tirmizi)
Abu Darda berkata: “Bersikap adillah terhadap
telinga dan lidah. Kamu diberi 2 telingan dan 1 lidah agar lebih banyak
mendengar daripada berbicara. (Mukhtashar Minhajil Qosidin 215).
Bita sempat termangu, merenungi
nasehat terakhir. Sulit tapi bukan tidak mungkin. Ia akan belajar untuk itu.
Tak pikir panjang lagi, Bita segera melangkah dari area parkir. Seperti niatnya,
hanya mencari barang yang ia butuhkan, setalah barang itu ia beli, Bita
langsung melangkah pulang tanpa harus
mengelilingi pusat perbelanjaan ini. Matanya yang sembari pagi meminta untuk
tertutup memaksa Bita untuk segera pulang.
Perjalanan pulang terasa sangat panjang, kepadatan lalulintas
membuat perjalanan menjadi terasa semakin panjang. Bita menyebar pandangannya
pada taman-taman di tepi sungai Mahakam, rumput hijau dan warna-warni bunga
cukup membuatnya merasa rileks ditengah-tengah kepadatan lalulintas.
***
Sesampainya dirumah, Bita
mengurungkan niatnya untuk tidur. Ada rasa mengelitik bibirnya untuk berbagi
kisah dengan ibu. Alhamdulillah, sedikit penat jiwanya lepas. Ibu memang
menjadi tempat berbagi Bita, ia senang ibu selalu menyediakan kedua telinganya
untuk mendengarkan kisah Bita. Dari keluh pada raga sampai kepenatan jiwa ia
ceritakan.
“Kemaren ibu dapat foto mamamu
sama bapakmu dilipatan baju.” Ucap ibu tiba-tiba.
Bak tersengat listrik, Bita
benar-benar terkejut. Sempat beberapa detik ia menghentikan aktivitas yang
sembari tadi ia jalani. Terdiam, mencari kata dan sikap yang tepat. Bita takut
ibunya tersinggung, jika tau bahwa ia masih kerap merindukan mama kandungnya.
Yah, Bita telah lama ditinggal ibu kandungnya. Sejak usia TK, ibu kandung Bita
telah meninggal dunia. Dan ayah Bita menikah lagi ketika Bita duduk dibangku
kelas 1 SD, istri ayahnya itulah yang Bita sebut ibu.
Meski sulit memilih sikap yang
tepat akhirnya Bita mampu menghadapi ibunya. Mencoba menjelaskan dengan singkat
dan mengalihkan pembicaraan. Sebenarnya hati Bita semakin merintih, belum pulih
lukanya justru tersiram kenangan masa lalu. Kerinduang mulai memenuhi
sukamanya. Namun bukan Bita jika tak mampu mengendalikan masalah seperti ini.
Ia terus beralih pada pembahasan lain dan bergabung dalam keceriaan
adik-adiknya.
Handphone Bita kembali
berdering. Satu pesan singkat dari salah satu sahabatnya. Bita tau ini hari
spesial untuk sahabatnya itu. Namun entahlah, seperti sedang membuat misteri.
Pikiran Bita tak bisa ditebak.
***
Suasana yang selalu Bita
rindukan adalah saat semua anggota keluarga berkulumpul tak hanya kehadiran
fisik tapi juga ruh yang turut serta. Sore ini, Bita larut dalam kehangatan
keluarganya. Menikmati hasil alam bersama ayah, ibu dan adik-adiknya seperti
ini benar-benar sesuatu yang Bita
dambakan. Indahnya. Semoga kehangatan ini tetap terjaga. Meski ada satu bagian
yang tak ikut bersama. Mungkin suatu hari nanti ia akan hadir.
Kamar
kecil bernuansa merah jambu..
Kota
Tepian, 29 Desember 2011, 21:04