Semua
memang telah berbeda. Dan sayangnya baru kusadari setelah sekian lama
kebersamaan kita hadir tanpa sapa. Aku tak pernah berharap kebersamaan kita kan
abadi, hanya saja aku merindukannya.
Apakah
aku salah?
Ah,
mungkin kau akan menjawab “ya”
Yah,
aku mengaku aku salah. Aku memang tlah gagal menjaga benteng pertahananku. Dan dengan jujur menyampaikan pada senja ‘aku
merindukanmu.’ Kau tau, ini untuk pertama kalinya aku menanti sosokmu melintas.
Kau
tau mengapa?
Karna
aku merindukan canda yang selalu menyapa. Aku merindukanmu. Kebersamaan kita.
Aku ingin kembali melihat langit dari tepi bukit. Beriringan melintas di
pematang sawah. Dan berjalan di antara hujan.
Tapi
kini kau tlah jauh berbeda. Bukan lagi sosok bocah kecil penuh canda, yang selalu
menyapaku dengan ceria. Kini kau mulai terlihat lebih bersahaja dengan prinsip
yang melekat erat di hatimu. Jangankan untuk menyapa, untuk saling metatap pun
aku segan. Mungkin sapa yang kau titipkan itu adalah yang terakhir. Sayangnya
sapa itu tidak pernah terbalaskan. Maaf. Aku hanya malu dan setengah tidak
percaya. Ah, tidak. Semua itu tidak perlu disesali. Mungkin itu adalah yang
terbaik. Setidaknya Allah menjaga hati kita.
***
Jika
ku kisahkan pada mereka, mungkin mereka akan mengira aku mengarang cerita. Tapi
ini adalah kisah kita. Tentang kau dan aku, yang bertemu lalu berpisah. Dan
kembali dalam keadaan yang berbeda.
Apakah
kau ingat awal perkenalan kita?
Saat
tahun ajaran baru, ada seorang gadis kecil dengan malu-malu memperkenalkan diri
diantara siswa-siswai kelas 3. Apa kau ingat? Gadis kecil itu adalah aku. Dan
mulai saat itu satu babak cerita kita dimulai. Aku dan kau, menjadi semakin
akrab karna rumah kita yang berdekatan.
Aku
ingat dengan jelas, saat jemputanku tak kunjung datang. Bersama kita menyusuri
jalan, bertemankan debu dan terik matahari yang menyedot hampir seluruh
tenangku. Aku lelah dan aku tau kau pun lelah. Tapi dengan candamu seolah
kelelahan itu sirna. Ah, masa-masa itu memang sangat menyenangkan.
Tapi
semua berubah, saat aku harus pergi. Dan ketika aku kembali kebersamaan itu
sudah bukan milik kita lagi. Tegur sapapun tak pernah lagi menghiasi pertemuan
kita. Aku hanya berani menatapmu dari kejauhan. Melihat perkembanganmu, sampai
akhirnya aku mulai melupakan semuanya.
“Alhamdulillah
dek, Allah mempertemukan kalian dengan jalan seperti ini.”
Kau
tau, itu kalimat yang keluar dari salah satu kakak perempuanmu. Sesuatu yang
tidak pernah ku duga. Aku terjun dalam dunia yang juga kau geluti. Kita
sama-sama berjalan dengan arah yang sama, meski tak pernah ada tegur sapa.
Kau memang telah jauh berbeda
dan aku mengagumi itu.
Kota tepian, 11
September 2012
2 komentar:
Olalaa... si "dia" anak farmasi juga toh. Hmm ciee... semoga bisa deket lagi kalau maumu seperti itu Kak. Yahaa :D
Iyaaaaaa... :)
Posting Komentar