BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Pertumbuhan
pada bakteri didefinisikan sebagai pertumbuhan berat sel. Karena berat sel
relatif sama pada setiap siklus sel, maka pertumbuhan dapat di definisikan
sebagai pertambahan jumlah sel. Mempelajari pertumbuhan bakteri merupakan
faktor terpenting dalam mengetahui beberapa aspek fisiologi suatu bakteri (Purwoko,
2007).
Pertumbuhan bakteri
dapat diukur dengan dua cara yaitu
secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran pertumbuhan bakteri secara
langsung dapat dilakukan dengan metode total count, turbidikmetrik, berat
kering, electronic counter, plating techique, fltrasi membran. Sedangkan
pengukuran pertumbuhan bakteri secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
metode viable count, aktivitas metabolik dan berat sel kering.
Adapun yang
melatarbelakangi praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengukur pertumbuhan
sel dengan pengukuran kombinasi metode langsung dan tidak langsung. Yang digunakan
dalam praktikum ini adalah metode total count dimana praktikan menghitung jumlah sel melalui mikroskop. Sampel yang
diambil adalah saccharomyces cerevisiae
yang sudah tersedia di dalam ragi kemasan.
1.2
Tujuan
Adapun yang menjadi
tujuan dilakukannya praktikum pengukuran pertumbuhan mikroorganisme ini, yaitu
:
1.
Untuk mengetahui apa yang di maksud
dengan pertumbuhan.
2.
Untuk mengetahui metode yang digunakan
untuk perhitungan mikroorganisme.
3.
Untuk mengetahui total mikroba dan
jumlah sel/ml
BAB II
DASAR TEORI
Mempelajari pertumbuhan
bakteri merupakan faktor terpenting dalam mengetahui beberapa aspek fisiologi. Hal itu karena karakteristik
pertumbuhan mencerminkan kejadian fisiologis suatu bakteri (Purwoko, 2007).
Istilah pertumbuhan
yang di gunakan pada bakteri adalah perubahan dalam pertambahan total masa sel dan
bukan pertumbuhan dalam suatu individu organisme saja. Karena massa sel relatif
sama pada siklus sel, maka pertumbuhan dapat juga didefinisikan sebagai
pertambahan jumlah sel. Kondisi pertumbuhan seimbang pada suatu pertumbuhan
pertambahan semua komponen selular secara teratur. Akibatnya pertumbuhan dapat
ditentukan tidak hanya dengan cara mengukur jumlah sel tetapi juga dengan
mengukur jumlah berbagai komponen selular ( RNA, DNA dan Protein) dan juga
produk-produk metabolisme tertentu (Pelczar, 2005).
FASE-FASE PERTUMBUHAN
Fase
dalam pertumbuhan bakteri telah dikenal luas oleh ahli mikrobiologi. Terdapat 4
fase pertumbuhan bakteri ketika ditumbuhkan pada kultur curah (batch culture), yaitu fase adaptasi (lag phase), fase perbanyakkan (exponential phase), fase statis (stationer phase), dan fase kematian (death phase) (Purwoko, 2007).
1. Fase Adapatasi (Lag phase)
Pada fase ini tidak ada pertambahan populasi. Sel
mengalami perubahan dalam komposisi kimiawi dan bertambah ukurannya, substansi
interaseluler bertambah (Perlazar, 2005).
Ketika sel dalam fase statis dipindahkan ke media
baru, sel akan melakukan proses adaptasi. Proses adaptasi meliputi sintesis
enzim baru yang sesuai dengan medianya dan pemulihan terhadap metabolit yang bersifat
toksik (misalnya asam,alkohol, dan basa) pada waktu media lama (Purwoko, 2007).
Pada fase adaptasi tidak di jumpai pertambahan
jumlah sel. Akan tetapi terjadi pertambahn volume sel karena pada fase statis
biasanya sel melakukan pengecilan ukuran sel. Akan tetapi, fase adaptasi dapat
dihindari (langsung ke fase perbanyakan), jika sel di media lama dalam kondisi
fase perbanyakan dan dipindahkan ke media baru yang sama komposisinya dengan
media lama (Purwoko, 2007).
2. Fase Perbanyakan (Logaritma atau eksponensial)
Pada fase ini pembiakan bakteri berlangsung paling
cepat. Jika kita ingin mengadakan piaraan yang cepat tumbuh, maka bakteri dalam
fase ini baik sekali untuk dijadikan inokolum (Dwidjuseputro, 1998).
Sel akan membelah dengan laju yang konstan massa
menjadi dua kali lipat dengan laju yang sama, aktivitas metabolit konstan dan
keadaan pertumbuhan yang seimbang (Pelczar, 2005).
Setelah memperoleh kondisi ideal dalam
pertumbuhannya, sel melakukan pembelahan. Karena pembelahan sel merupakan
persamaan ekponensial, maka fase itu disebut juga fase eksponensial. Pada fase
perbanyakan jumlah sel meningkat pada batas tertentu (tidak terdapat
pertumbuhan bersih jumlah sel), sehingga memasuki fase statis. Pada fase
perbanyakan sel melakukan konsumsi
nutrien dan proses fisiologis lainnya. Pada fase itu produk senyawa yang
di inginkan oleh manusia terbentuk, karena senyawa terbentuk merupakan senyawa
yang di inginkan pada fase perbanyakan adalah etanol, asam laktat dan asam
organik lainnya (Purwoko, 2007).
3. Fase Statis/Konstan
Pada fase ini terjadi penumpukan produk beracun
dan atau kehabisan nutrien. Beberapa sel mati sedangkan yang lain tumbuh dan membelah. Jumlah sel
hidup menjadi tetap (Pelczar, 2005).
Fase
ini menunjukan jumlah bakteri yang berbiak sama dengan jumlah bakteri yang mati,
sehingga kurva menunjukan garis yang hampir horizontal (Dwidjoseputro, 1998).
Alasan bakteri tidak melakukan pembelahan sel pada
fase statis bermacam-macam. Beberapa alasan yang dapat dikemukan akan adalah :
a.
Nutrien habis
b.
Akumulasi metabolit toksik (misalnya
alkohol,asam, dan basa)
c.
Penurunan kadar oksigen
d.
Penurunan nilai aw (ketersediaan air)
Bentuk kasus kedua dijumpai pada fase fermentasi
alkohol dan asam laktat, untuk kasus ketiga dijumpai pada bakteri aerob dan
untuk kasus keempat dijumpai pada fungi/jamur (Purwoko, 2007).
Pada fase statis biasanya sel melakukan adaptasi
terhadap kondisi yang kurang menguntungkan. Adaptasi ini dapat menghasilkan
senyawa yang di inginkan manusia misalnya antibiotika dan antioksidan (Purwoko,
2007).
4. Fase Kematian
Pada fase ini sel menjadi mati lebih cepat dari pada
terbentuknya sel-sel baru, laju kematian mengalami percepatan menjadi eksponensial
bergantung pada spesiesnya, semua sel mati dalam waktu beberapa hari atau
beberapa bulan (Pelczar, 2005).
Penyebab utama kematian adalah autolisis sel dan
penurunan energi seluler. Beberapa bakteri hanya mampu bertahan beberapa jam
selama fase statis dan akhirnya masuk ke dalam fase kematian, sementara itu
beberapa bakteri hanya mampu bertahan sampai harian dan mingguan pada fase
statis dan akhirnya masuk ke fase kematian. Beberapa bakteri bahkan mampu bertahan sampai
puluhan tahun sebelum mati, yaitu dengan mengubah sel menjadi spora (Purwoko,
2007).
PENGUKURAN SEL
Pertumbuhan
mikroorganisme dapat diukur berdasarkan konsentrasi sel (jumlah sel per satuan
isi kultur) ataupun destilasi sel (berat kering dari sel-sel persatuan isi
kultur). Dua parameter ini tidak selalu sama karena berat kering sel rata-rata
bervariasi pada tahap berlainan dalam pertumbuhan kultur, kedua para meter
tersebut juga tidak bermakna sama dalam penelitian mengenai biokimia
mikroorganisme atau gizi mikroorganisme. Densitas sel adalah kuantitas yang
lebih bermakna, sedangkan dalam penelitian mengenai inaktivitas mikroorganisme,
kosentrasi sel adalah kuantitas yang bermakna (Pratiwi, 2008).
Pertumbuhan
mikroorganisme dapat diukur dengan dua cara, yaitu secara langsung dan tidak
langsung. Pengukuran pertumbuhan mikroorganisme secara langsung dapat dilakukan
dengan beberapa cara,yaitu :
1.
Metode Total Count
Pada metode ini
sampel ditaruh di suatu ruang hitung (seperti hemasitometer) dan jumlah sel
dapat ditentukan secara langsung dengan bantuan mikroskop (Hadioetomo, 1993).
Jika setetes
kultur dimasukkan kedalam wadah (misalnya hemasitometer) yang diketahui
volumenya, maka jumlah sel yang dapat dihitung. Akan tetapi cara tersebut memiliki
keterbatasan, yaitu tidak dapat membedakan sel hidup atau mati dan tidak dapat
digunakan pada jumlah sel yang sangat sedikit (kurang dari 102
sel/ml) (Purwoko, 2007).
Kelemahan
lainnya ialah sulitnya menghitung sel yang berukuran sangat kecil seperti
bakteri karena kekebalan hemositometer tidak memungkinkan digunakannya lensa
objektif celup minyak. Hal ini dibatasi dengan cara mencernai sel sehingga
menjadi lebih mudah dilihat. Kelemahan lain lagi ialah kadang-kadang cenderung
bergerombol sehingga sukar membedakan sel-sel individu. Cara mengatasinya ialah
mencerai-beraikan gerombolan sehinggga tersebut dengan menambahkan bahan anti
gumpalan seperti dinatrium etilanadiamina
tetra asetat dan tween-80
sebanyak 0,1%. Keuntungan metode ini ialah pelaksanaannya cepat dan tidak
memerlukan banyak peralatan (Hadioetomo, 1993).
2.
Metode Turbidimetrik
Bila kita harus
memeriksa kosentrasi sel jumlah besar biakan, maka metode cawan bukanlah pilihan
yang baik karena tidak hanya memakan waktu tetapi juga memerlukan media dan
pecah-belah dalam jumlah besar. Untuk kasus demikian tersedia metode yang lebih
cepat dan praktis, yaitu pengukuran kekeruhan biakan dengan fotokilometer (Hadioetomo,
1993).
Secara rutin
jumlah sel bakteri dapat dihitung dengan cara menghitung kekeruhan (turbiditas)
kultur. Semakin keruh suatu kultur, semakin banyak jumlah sel. Prinsip dasar
metode turbidimeter adalah jika cahaya
mengenai sel, maka sebagian cahaya diserap dan sebagian cahaya diteruskan. Jumlah
cahaya yang diserap propisional (sebanding lurus dengan jumlah sel bakteri). Ataupun
jumlah cahaya yang diteruskan berbanding terbalik dengan jumlah sel bakteri.
Semakin banyak jumlah sel, semakin sedikit cahaya yang diteruskan. Metode ini
memiliki kelemahan tidak dapat membedakan antara sel mati dan sel hidup (Purwoko,
2007).
Gambar 2.1 Diagram Fotokolorimeter
(Hadioetomo, 1993)
Gambar
2.2 Perbesaran dari diagram fotolorimeter pada sampel. Perhitungan sel dengan
metode turbidimetri. Suspensi mikroba menerima cahaya dari lampu. Ketika cahaya
mengenai sel mikroba, cahaya diserap (garis panah membelok lo) dan
jika cahaya tidak mengenai sel mikroba maka cahaya diteruskan (garis panah
lurus l) (Purwoko, 2007).
3.
Metode Berat Kering
Cara yang paling
cepat mengukur jumlah sel adalah metode berat kering. Metode tersebut relatif
mudah dilakukan, yaitu kultur disaringan atau disentrifugasi, kemudian bagian
yang disaring atau yang mengendap hasil sentrifugasi dikeringkan. Pada metode
ini juga tidak dapat membedakan sel yang hidup dan mati. Akan tetapi
keterbatasan itu tidak mengurangi manfaat metode tersebut dalam hal mengukur
efesiensi fermentasi, karena pertumbuhan diukur dengan satuan berat, sehingga
dapat diperhitungkan dengan parameter konsumsi substrat dan produksi senyawa
yang diinginkan (Purwoko, 2007).
4.
Metode Elektronic Counter
Pada pengukuran ini, suspensi mikroorganisme
dialirkan melalui lubang kecil (orifice) dengan bantuan aliran listrik. Elektroda
yang ditempatkan pada dua sisi orifice mengukur tekanan listrik (ditandi dengan
naiknya tekanan) pada saat bakteri melalui orifice. Pada saat inilah sel terhitung.
Keuntungan metode ini adalah hasil bisa diperoleh dengan lebih cepat dan lebih
akurat, serta dapat menghitung sel dengan ukuran besar. Kerugiannya metode ini
tidak bisa digunakan untuk menghitung bakteri karena adanya gangguan derbit, filamen,
dan sebagainya, serta tidak dapat membedakan antara sel hidup dan sel mati (Pratiwi,
2008).
5.
Metode Plating Techique
Metode ini
merupakan metode perhitungan jumlah sel tampak (visible) dan di dasarkan pada
asumsi bahwa bakteri hidup akan tumbuh, membelah dan memproduksi satu koloni
tunggal. Satuan perhitungan yang dipakai adalah CFU (colony forming unit) dengan cara membuat seri pengenceran sampel
dan menumbuhkan sampel pada media padat. Pengukuran dilakukan pada plat dengan
jumlah koloni berkisar 25-250 atau 30-300. Keuntungan metode ini adalah
sederhana, mudah dan sensitif karena menggunakan colony counter sebagai alat hitung dapat digunakan untuk menghitung
mikroorganisme pada sampel makanan, air ataupun tanah. Kerugiannya adalah harus
digunakan media yang sesuai dan perhitungannya
yang kurang akurat karena satu koloni tidak selalu berasal dari satu individu
sel (Pratiwi, 2008).
6.
Metode filtrasi membran
Pada metode ini sampel dialirkan pada suatu sistem
filter membran dengan bantuan vaccum. Bakteri yang terperangkap selanjutnya
ditumbuhkan pada media yang sesuai dan jumlah koloni dihitung. Keuntungan
metode ini adalah dapat menghitung sel hidup dan sistem perhitungannya
langsung, sedangkan kerugiannya adalah tidak ekonomis (Pratiwi, 2008).
Metode pengukuran
pertumbuhan mikroorganisme secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
beberapa metode sebagai berikut :
1.
Metode Viable Count
Kultur diencerkan sampai batas yang di
inginkan. Kultur encer ditumbuhkan
kembali pada media, sehingga di harapkan setiap sel tumbuh menjadi 1 koloni
beberapa saat berikutnya, biasanya 4-12 jam. Akan tetapi cara ini memiliki keterbatasan, yaitu jumlah
sel terhitung biasanya lebih dari sebenarnya (kemungkinan besar 1 koloni dapat berasal dari
2 sel) dan tidak dapat di aplikasikan pada bakteri yang tumbuh lambat. Pada
metode tersebut yang perlu diperhatikan adalah jumlah sel bakteri harus
mendekati kelipatan 10 pada setiap pengencerannya. Jika tidak pengenceran di anggap
gagal. Misalnya cawan yang dapat dihitung jumlah selnya adalah yang mempunyai
jumlah sel sekitar 2-4 untuk sampel pengenceran (10-x ), 20-40 untuk
sampel pengenceran (10(x+1)) dan 200-400 untuk sampel pengenceran
(10-(x+2)) (Purwoko, 2007).
2.
Metode Aktivitas Metabolik
Metode ini di dasarkan pada asumsi bahwa
produk metabolit tertentu, misalnya asam atau CO2, menunjukkan
jumlah mikroorganisme yang terdapat di dalam media. Misalnya pengukuran
produksi asam untuk menentukan jumlah vitamin yang di hasilkan mikroorganisme
(Pratiwi, 2008).
3.
Metode Berat Sel Kering
Metode ini umum digunakan untuk mengukur
pertumbuhan fungi berfilamen. Miselium
fungi dipisahkan dari media dan dihitung sebagai berat kotor. Miselium
selanjutnya dicuci dan dikeringkan dengan alat pengering (desikator) dan
ditimbang beberapa kali hingga mencapai berat yang konstan yang dihitung
sebagai berat sel kering (Pratiwi, 2008).
SACCHAROMYCES
Saccharomyces
termaksud dari filum Ascomycetes. Saccharomyces juga disebut yeast yaitu jamur uniseluler yang
berkembang biak membentuk tunas yang dikenal sebagai protein tunggal. Spesies
saccahromyces mendiami eksudat tanaman bergula seperti lendir pada luka-luka
kayu dan nektar bunga. Spesies tertentu terdapat pada permukaan buah segar
dan buah busuk dan pada produk buah
parbrik yang tinggi kosentrasi gulanya. Yeast lainnya terdapat pada permukaan
tanaman terbuka. Karena kemampuannya untuk bertahan pada tekanan osmotik, maka
dia juga bisa tumbuh pada air asin yang digunakan untuk pengawet makan spesies
lain di temukan di dalam tanah, air tawar dan air laut dan pada sistem
penceranaan mamalia. Beberapa telah diisolasi dari kotoran mamalia dan ada juga
yang bersimbiosis dengan serangga yang
menyebarkannya. Pada umum anggota
saccharomyces penting dalam pembuatan roti, minuman, penyulingan, dan
indusrti bahan bakar etanol, riboflavin
dan asam citrat. Disamping itu juga
ada sebagai patogen tanaman dan mikroparasit, sebagai komponen penting dalam
ekosistem, sebagai suplemen untuk makanan dan sebagi organisme model untuk studi
ilmiah (Darnetty, 2006).
Struktur
stomatik dan siklus hidup anggota saccharomyces lebih beragam dari yang kita
ketahui. Beberapa jenis spesies dalam siklus hidupnya uninukleat haploid
kecuali untuk zigot dan lainnya mungkin mempunyai siklus hidup dengan tingkat haploid
dan diploid. Yeast ini berproduksi secara aseksual dan seksual (Darnetty, 2006).
Kelas
saccharomyces terdiri dari 1 ordo, sacharomycetales dan 8 famili, yaitu : Saccharomycetasceae, Nadsoniaceae, Cephalosacecae,
Diplodascaceae, Lipomycetaceae (Darnetty, 2006).
Saccharomyces adalah
genus dalam kerajaan jamur yang mencakup banyak jenis ragi. Saccharomyces
berasal dari bahasa latin yang berarti gula jamur. Banyak anggota genus ini
dianggap sangat penting dalam produksi makanan. Salah satu contoh adalah
saccharomycses cerevisiae yang digunakan dalam pembuatan anggur, roti dan bir.
Anggota lain dari genus ini termasuk saccharomyces
bayanus digunakan dalam pembuatan anggur. Dan saccharomyces boulandi digunakan dalam obat-obatan. Koloni dari
saccharomyces tumbuh pesat dan jatuh tempo dalam 3 hari. Mereka rata, mulus, basah,
glistening atau kuyu, dan cream untuk cream tannish dalam warna. Ketidakmampuannya
untuk memanfaatkan nitrat dan kemampuan
untuk berbagai menfermentasi karbonhidrat adalah karakteristik khas
saccharomyces (Zulfaldly, 2011).
BAB
III
METODE
KERJA
3.1
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum
pengukuran pertumbuhan mikroorganisme ini dilaksanakan pada hari Jum’at, 13 Mei
2011 pukul 08.00-10.00 WITA di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman Samarinda.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1 Alat-alat yang digunakan, antara lain :
- Laminar
air flow cabinet
- Hemositometer
- Speckdofokometer
- Erlenmeyer
- Magnetic
stirrer
- Cover
glass
- Mangkuk
kecil
- Vortex
- Neraca
analitik
- Tabung
reaksi
- Pipet
mikro 0,5ml
- Pipet
tetes
- Lampu
bunsen
- Rotasy
shaker
- Mikroskop
- Hot
plate
- Hockey
stick
3.2.2 Bahan-bahan yang digunakan, antara lain :
-
Alkohol 70%
-
Alkohol 96%
-
Luria Betani ( LB )
-
Larutan NaCl
-
Saccharomyces cerevisiae ( dari ragi
kemasaan )
-
Aquadest
-
Tisu
-
Aluminium foil
-
Korek api
3.3 Cara Kerja
1.
Ditimbang ragi (saccharomyces cerevisiae) dalam mangkuk kecil menggunakan analitik.
2.
Disterilkan tangan praktikan dengan alkohol
70%.
3.
Dimasukkan ragi yang sudah ditimbang
kedalam tabung reaksi yang telah berisi Nacl 0,9 %, kemudian divortex.
4.
Dipipet campuran ragi dan NaCl 0,9%
menggunakan pipet mikro 0,5ml, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer yang
berisi LB (luria betani). LB ini sebelumnya telah dibuat dengan mencampurkan
yeast 0,5%, NaCl 0,5% dan pepton 1%.
5.
Disterilkan mulut erlenmeyer dengan api
bunsen.
6. Disiapkan hemositometer, permukaannya
dicuci dan disterilkan terlebih dahulu menggunakan alkohol 96%, kemudian dilap dengan
tisu.
7.
Disterilkan pipet tetes diatas lampu
bunsen dengan melewatkannya.
8.
Dipipet larutan LB yang berada pada erlenmeyer
menggunakan pipet tetes, kemudian diteteskan diatas hemositometer masing-masing
2 tetes pada sisi kanan dan kirinya. Lalu ditutup dengan cover glass.
9.
Diamati sel mikroba dengan menggunakan
mikroskop dan dihitung jumlah sel yang terlihat kemudian dicatat dan dihitung
dengan rumus.
10. LB
yang masih tersisa, ditutup dengan alumunium foil pada mulut erlenmeyer lalu
dishaker menggunakan rotasi shaker selama 30 menit.
11. Setelah
30 menit, diambil lagi larutan yang ada didalam erlenmeyer menggunakan pipet
tetes, kemudian diteteskan diatas hemositometer yang sudah bersih masing-masing
2 tetes pada sisi kanan dan kirinya.
12. Diamati
kembali dengan meenggunakan mikroskop dan hitung jumlah sel yang terlihat
kemudian dicatat dan hitung menggunakan rumus.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1
Tabel pengamatan
No
|
Waktu
|
å mikroba (sel/ml)
|
1.
|
0n
|
178,75
|
2.
|
30n
|
160,00
|
4.2
Gambar
Waktu 0n Waktu 30n
4.3
Perhitungan
4.3.1 Perhitungan sel mikroba dalam waktu 0n
å
sel mikroba/ml = total x 1,25 x 106
= 143 x 1,25 x 106
= 178,75 x 106
sel/ml
4.3.2 Perhitungan sel mikroba dalam waktu 30n
å
sel mikroba/ml = total x 1,25x106
= 128 x 1,25x106
=
160x106 sel/ml
4.4
Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pengukuran
pertumbuhan mikroorganisme. Praktikum pengukuran pertumbuhan mikroorganisme ini
bertujuan agar mahasiswa mengetahui metode-metode yang digunakan dalam mengukur
pertumbuhan mikroorganisme, agar mahasiswa dapat mengerti yang dimaksud dengan
pertumbuhan dan agar dapat diketahui jumlah mikroba/ml.
Pertumbuhan
pada bakteri adalah perubahan dalam pertambahan total masa sel dan bukan
perubahan dalam suatu individu organisme
saja. Karena masa sel relatif sama pada siklus sel, maka pertumbuhan dapat juga
didefinisikan sebagai pertambahan jumlah sel. Kondisi pertumbuhan seimbang ada
suatu pertambahan semua komponen seluler secara teratur. Akibatnya pertumbuhan
dapat ditentukan tidak hanya dengan cara mengukur jumlah sel tetapi juga dengan
mengukur jumlah berbagai komponen seluler (RNA, DNA, dan protein) dan juga produk-produk
metabolik tertentu (Pelczar, 2005).
Pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur berdasarkan
kosentrasi sel (jumlah sel per satuan isi kultur ). Adapun desinitas sel (berat sel kering dari sel-sel persatuan
isi kultur ). Dua parameter ini tidak selalu sama karena berat kering sel
rata-rata bervariasi pada tahap berlainan dalam pertumbuhan kultur, kedua
parameter tersebut juga tidak bermakna sama dalam penelitian mengenai
inaktivitas mikroorganisme, kosentrasi sel adalah kuantitas yang bermakna (Pratiwi,
2008).
Pengukuran
petumbuhan sel dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung dengan
metode total count, turbidikmetik, berat kering, elektrik counter, plating
technique dan filtrasi membran. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
metode viable count, aktivitas metabolik dan berat sel kering. Pada praktikum
ini digunakan metode total count. Pada metode ini sampel ditaruh disuatu
ruangan hitung (seperti hemasitometer) dan jumlah sel dapat ditentukan secara
langsung dengan bantuan mikroskop (Hadioetomo, 1993).
Adapun sampel yang digunakan adalah saccharomyces cerevisiae di Indonesia
lebih di kenal dengan nama julukan jamur ragi, jamur ini telah memiliki sejarah
yang luar biasa di industri fermentasi. Saccharomyces termasuk dari filum
ascomycetes, disebut juga yeast yaitu jamur uniseluler yang berkembangbiak
dengan membentuk tunas dan dikenal sebagai protein tunggal. Saccharomyces
berasal dari bahasa latin yang berarti gula jamur. Saccharomyces
cerevisiae biasanya digunakan dalam
pembuatan anggur, roti dan bir. Ketidakmampuan jamur ini untuk memanfaatkan
nitrat dan kemampuan untuk berbagai fermentasi karbonhidrat serta menghasilkan
alkohol membuat mikroorganisme ini disebut mikroorganisme aman (generally regeradd as safe) yang paling
komersil saat ini (Zulfadly, 2011).
Proses perhitungan yang dilakukan melalui
beberapa tahap terlebih dahulu diantaranya yaitu menimbang ragi kemasaan saccharomyces cerevisiae menggunakan
mangkuk kecil sebagai wadah dan ditimbang pada neraca analitik. Kemudian sampel
dibawa ke Laminar Air Flow Cabinet
sebelumnya tangan praktikan terlebih dahulu disterilkan agar tidak terjadi
kontaminan pada sampel yang akan
dihitung setelah tangan steril,ragi yang sudah timbang dimasukkan kedalam tabung reaksi yang telah bersih NaCl
0,9%, fungsi NaCl 0,9% sebagai sumber mineral mikroba karena salah satu faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba yaitu adalah sumber mineral dan ini
dapat diperoleh dari nacl 0,9% yang
dimana juga menjaga sel mikroba dalam keadaan yang isotonis.Karena jika mikroba
dalam keadaan hipotonis atau hipertonis maka sel mikroba akan pecah. Selain itu
larutan NaCl merupakan larutan yang steril yang dimana tidak ditumbuhi atau
tidak adanya mikroba sehingga cocok untuk media. Setelah ragi dimasukan dalam
larutan NaCl 0,9% dilakukan vortex agar campuran menjadi homogen. Lalu dipipet campuran tadi
dan dimasukan kedalam erlenmeyer yang telah bersih Luria Bertani, sebelumnya
luria bertani ini dibuat dengan cara mencampurkan yeast 0,5%, NaCl 0,5% dan
pepton 1%. Fungsi dari Luria Bertani ialah sebagai media pertumbuhan mikroba. Kemudian
disterilkan mulut erlenmeyer dengan api bunsen, hal ini bertujuan agar tidak
terjadi kontamin dari luar. Setelah disterilkan dan kemudian dipipet
larutan LB menggunakan pipet tetes dan
diteteskan di atas hemositometer yang sebelumnya telah dicuci dan disterilkan
terlebih dahulu menggunakan alkohol dan pipet yang digunakan juga telah
disterilkan dengan fiksasi diatas lampu bunsen. Semua tahap sterilisasi bertujuan agar tidak terjadi kontamin dari
luar. Setelah larutan luria bertani
diteteskan pada hemositometer yang masing-masing 2 tetes pada sisi kiri dan kanannya lalu ditutup dengan cover gass,
hal ini juga bertujuan agar tidak terjadi kontamin dan menjaga larutan agar
tidak tumpah sertah menjaga agar larutan tidak langsung mengenai lensa
mikroskop. Setelah itu dilakukan pengamatan dibawah mikroskop dan dihitung
jumlah sel yang terlihat, kemudian dicatat
dan dilakukan perhitungan, untuk mengetahui total mikroba. Dan Luria Bertani yang masih tersisah didalam erlenmeyer
dishaker mengunakan Rotasi Shaker, yang
sebelumnya mulut elenmeyer ditutup dengan aluminium agar tidak terjadi kontamin.
Tujuan diletakan di rotasi shaker
untuk mengocok larutan agar tetap homogen selama 30 menit. Setelah 30 menit
diambil lagi larutan yang ada didalam elenmeyer menggunakan pipet tetes yang
telah disterilkan atau difikasi diatas lampu bunsen. Kemudian dilakukan
pengamatan dan perhitungan kembali.
Ada pun hasil yang diperoleh pada waktu 0n
adalah 143 lalu dihitung dengan rumus (∑ sel mikroba/ml = total x 1,25 x 10)
memperoleh hasil 178,75 x 106 sel/ ml. Sedangkan pada waktu 30n
total dihitung dengan rumus yang sama memperoleh hasil 160,00 x 10 sel/ ml.
Pada pengamatan terdapat sampel yang tidak dapat ditung/terlihat dari mikroskop
hal ini dapat terjadi karena tidak aseptis
dalam pengerjaan, teknik pengambilan sampel yang yang kurang tepat, dan hermositometer yang terlalu tebal sehingga sel yang sangat kecil tidak dapat
terlihat .
Adapun
fase pertumbuhan mikroba,yaitu:
1.
Fase lag
(fase adaptasi )
Pada fase ini tidak ada petambahan populasi. Sel
mengalami perubahan dalam komposisi kimiawi dan bertambah ukurannya, substansi
intrasululer bertambah. Pada fase adaptasi
tidak dijumpai pertambahan jumblah sel. Akan tetapi terjadi pertambahan
volume sel karena pada fase stais biasanya sel melakukan pengecilan ukuran sel.
2. Fase perbayakan (logaritma/eksponensial)
Pada fase ini pembiakan bakteri
berlangsung paling cepat. Jika kita ingin mengadakan piaran yang cepat tumbuh, maka
bakteri dalam fase ini baik sekali untuk dijadikan inokolum. Sel akan membelah dengan laju sama, aktifitas metabolik konstan
dan keadaan pertumbuhan seimbang.
3. Fase statis/kontan
Fase ini menunjukan jumlah bakteri yang berbiak sama dengan jumlah bakteri yang mati.sehingga
kurva menunjukan garis yang hampir horisontal.
4. Fase kematian pada fase ini sel menjadi mati
lebih cepat dari pada terbentuknya sel-sel baru. Lalu kematian mengalami
percepatan menjadi eksponensial.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dari praktikum pengukuran pertumbuhan mikroorganisme
yang telah dilakukan yang dapat ditarik
kesimpulan bahwa :
1.
Perubahan pada bakteri adalah
pertambahan berat sel, namun karena berat sel, relatif sama pada setiap siklus
sel maka pertumbuhan juga dapat didefinisikan sebagai pertambahan jumlah sel.
2.
Ada dua cara untuk mengukur perkumbuhan
bakteri yaitu secara langsung dengan metode total count, turbedimetrik, berat kering,
elektionik counter, plating techique, dan filtarasi membran. Sedangkan
pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan metode viable count, aktifitas
matabolik, dan berat sel kering.
3.
Berdasarkan hasil pengamatan yang
diperoleh dapat diketahui jumlah sel/ml dalam waktu 0n adalah 178,75
sedangkan dalam waktu 30n jumlah mikroba 160,00 sel/ml.
5.2
Saran
Saran yang dapat diberikan untuk percobaan ini
adalah sebaiknya dilakukan pengukuran pertumbuhan mikroorganisme dengan beberapa metode, tidak dengan suatu kombinasi
metode saja, sehingga praktikan tidak hanya mengerti satu jenis metode. Dan di harapkan
pada partikum selanjutnya perhatikan benar-benar dilibatkan dalam pelaksanaan pratikum
tidak sebagian saja yang melaksanakan, dan sebaiknya ada pembagian-pembagian
tugas dalam melaksanakan pratikum. Dan pada pratikum selanjutnya di harapkan
dapat memanfaatkan waktu sebaik –baiknya
DAFTAR
PUSTAKA
Darneti. 2006. Pengantar Mikrobiologi. Andalas University Press : Padang.
Dwidjoseputro.1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan : Jakarta.
Hadioetomo,
Sri Ratna. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam
Praktek. PT.Gramedia :
Jakarta.
Pelczar, Michael. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI-Press :
Jakarta.
Pratiwi, Slyvia T. 2006. Mikrobiologi Farmasi. Erlagga : Jakarta.
Purwoko,Tjahjadi. 2007. Fisologi Mikroba. Bumi Aksara : Jakarta.
2011 pukul 11.45 WITA di Samarinda.